Arsip Blog

Pengunjung

Powered By Blogger

Kamis, 26 Mei 2011

Mengapa Kita Sangat Sulit Bersahabat dengan Hati Nurani Sendiri?

Hati bagi segenap instrumen tubuh berkedudukan laksana seorang raja, yang bertugas dan bertanggung jawab mengelola seluruh aktivitas dan aparatur pemerintahan dalam kerajaannya, yaitu akal sebagai perdana menteri, inderawi sebagai menteri-menterinya, dan seluruh  anggota tubuh sebagai rakyatnya. Dari perintah-perintah itu maka lahirlah sebab-sebab ketaatan kepada Allah dan sebab-sebab pembengkangan terhadap Allah. Lalu, manakah yang lebih mendominasi hati mayoritas antara kita? Ketaatan ataukah pembangkangan?
Ketika kita akan tidur pada malam hari, hati nurani sering berkata: "Alangkah baiknya wahai tubuhku dapat terbangun pada malam hari untuk bersimpuh sujud menghadap ke hadirat-Nya dengan melantunkan bait-bait doa dengan khusyuk dan penuh harapan, maka kebaikan akan datang menghampirimu." Namun apa yang sering terjadi? Fisik ini sering tidak ingin mengikuti seruan "nuraninya" sendiri, bahkan ada kecenderungan untuk menentangnya. Jika hal itu terus-menerus dan berulang kali terjadi maka kegelisahan demi kegelisahan akan menjadi gangguan yang sangat membahayakan diri ini.


Mungkin di lain waktu dan kesempatan, bisikan iblis akan datang dengan rayuan dan bujukan yang indah dan menjanjikan: "Mumpung tidak ada seorang pun yang melihat, saat ini Tuan dapat dengan leluasa melakukan apa saja yang Tuan inginkan, ambil saja harta orang itu, atau dekati saja wanita yang cantik itu! Jika Tuan telah menjadi kaya raya dan sukses lalu bertaubat, Tuhan kan Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.". Jantung mulai berdetak kencang dan nurani pun mulai angkat suara: "Jangan Tuan, nanti kalau terlihat orang dan terungkap oleh pihak yang berwajib, Tuan akan malu dan menderita!" Berperanglah diri ini, antara mengikuti ajakan iblis dan hati nurani.

Contohnya saja yang terjadi pada seseorang, dia mengeluhkan persoalan dirinya dengan dirinya sendiri. Ia berkonsultasi dengan seorang guru spiritual, "Pak, mengapa saya sangat sulit menghilangkan kebiasaan buruk saya, padahal saya juga melaksanakan shalat, dan sering menghadiri majlis ta'lim. Hati kecil saya mengatakan perbuatan buruk itu tidak benar, tetapi saya sulit meinggalkannya?".
Kemudian sang guru balik bertanya, "Apakah Anda tidak merasa takut dengan hukum dan murka Allah?" Ia menjawab dengan tanpa beban, "Takut juga sih, hanya kadang-kadang saya menangis dan ada keinginan dalam hati untuk tidak berbuat lagi, tetapi keadaan itu tidak lama. Setelah itu berbuat lagi, dan begitu seterusnya."

Maka sang guru menyarankan kepadanya, agar ia lebih lama untuk muhasabah diri, merenung dan memikirkan baik dan buruknya, manfaat dan bahayanya bagi diri sendiri dan keluarganya nanti ketika masa tua telah datang menghampirinya, atau apa mugkin usianya akan panjang, atau apa mungkin pada masa tuanya ia akan sehat-sehat seperti kondisi saat ini. Ketika itu, penyesalan pasti akan datang menghampiri kehidupannya, mungkin keputusasaan karena diri telah sakit-sakitan, jatuh miskin dan ditinggalkan bahkan dibenci oleh orang-orang dekatnya. Beliau juga menyarankan agar ia bertaubat dengan sebenar-benarnya taubat sebelum semuanya terlambat.

Nurani adalah sesuatu yang bersifat cahaya dan gaib. Ia merupakan pengantar titah-titah ketuhanan ke dalam qalbu setiap manusia. Nurani tidak akan berwibawa besar ketika qalbu dalam kondisi kotor dan bernajis batin. Karena qalbu ibarat cermin yang memantulkan power dan energi ketuhanan (mir'atullah) yang dibawa oleh nurani. Oleh karena itu, jika kita ingin bersahabat dan berguru kepada nurani yang ada dalam dada ini, maka usaha dan daya upaya yang harus dilakukan adalah menyucikan jiwa dan qalbu dari pengaruh dunia, makhluk, syahwat, dan setan. Dzikir, mengingat dan menyebut asma' Allah: di dalamnya akan dapat membersihkan segala bentuk kotoran batin yang menutupi kilauan keberadaan-Nya.

Munajat
...
Ya Allah, Engkau jadikan bagi kami musuh yang sangat mengetahui kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan kami.
Setan dan pasukannya dapat melihat kami sedangkan kami tidak melihat mereka.
Ya Allah, buatlah dia pesimis dan putus asa dari kami.
sebagaimana Engkau telah membuatnya pesimis dan putus asa dari rahmat-Mu.
Buatlah dia pesimis dan putus asa dari kami.
Sebagaimana Engkau telah membuatnya pesimis dan putus asa dari ampunan-Mu.
Jauhkanlah jarak antara kami dan dia sebagaimana Engkau telah menjauhkan antara dia dengan rahmat dari ampunan-Mu.
Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Wahai Dzat yang membolak-balikan hati, kokohkan hati kami di atas agama-Mu dan atas ketaatan kepada-Mu.
Tiada daya dan tiada kekuatan melainkan bersama-Mu ya Allah Yang Maha Mengetahui dan Maha Agung.
Departemen Kerohanian Islam, Spirit of Dakwah

(Sumber: Rachmat Ramadhana al-Banjari dalam bukunya "Menghadirkan Rasulullah dalam Diri. Menuju Hati yang Bercahaya Mencapai Sukses Luar Biasa")